Kurang Bertanggung Jawab
Tanggung jawab merupakan sikap seseorang terhadap apa yang telah dilakukannya terhadap diri sendiri atau orang lain. Sikap tanggung jawab seseorang lainnya bisa dilihat dari bagaimana seseorang tersebut menjalankan apa yang menjadi kewajibannya. Beberapa siswa seolah-olah tidak peduli dengan tugas dan kewajibannya sebagai pelajar. Sekolah seolah dianggap hanya sebagai tempat formal untuk mendapatkan pengakuan legal
berupa izasah. Kewajiban sebagai seorang pelajar tidak dijalani dengan sungguh-sungguh, walaupun memang masih banyak siswa yang menunjukkan sikap tanggung jawabnya sebagai seorang pelajar.
Kurang Bersosialisasi
Adanya jejaring sosial membuat perilaku bersosialisasi menjadi semu. Interaksi yang dilakukan di jejaring sosial bisa jadi menghabiskan durasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan interaksi yang dilakukan secara langsung.
Melek Teknologi
Dengan semakin mudahnya mendapatkan gadget teknologi dan akses informasi, anak-anak jaman sekarang lebih terbuka terhadap perkembangan jaman. Tidak hanya yang bersifat lokal, regional, atau pun nasional, anak-anak jaman sekarang bisa mengakses informasi secara global dari seluruh penjuru belahan dunia. Dampak positifnya banyak, tapi beberapa siswa justru terjebak dampak negatif dari teknologi. Banyak terjadi penyimpangan perilaku akibat pemanfaatan perkembangan teknologi yang kurang tepat.
Apatis/Tidak Peduli
Perilaku apatis ditunjukkan salah satunya di lingkungan sekolah. Banyak siswa yang akhirnya tidak peduli dengan prestasinya di sekolah. Banyak yang akhirnya kebal terhadap wejangan dari guru. Banyak juga yang tidak peduli terhadap pentingnya prestasi belajar, terlihat dari kurangnya konsentrasi dalam kegiatan belajar dan kurangnya melakukan eksplorasi ilmu dengan cara belajar sendiri melalui berbagai sumber belajar.
Kurang Bisa Menempatkan Diri
Dunia anak adalah dunia bermain. Tapi kalau sudah memasuki usia remaja, seharusnya sudah bisa menempatkan diri pada berbagai situasi. Bermain memiliki waktu dan tempat tersendiri dan tidak dilakukan ketika mengikuti pelajaran di kelas.
Membenarkan Mencontek
Siswa yang ketahuan mencontek pada saat ujian tidak terlihat merasa bersalah sama sekali, malah beralasan kerjasama dan solidaritas. Bukan hanya satu orang-dua orang, hampir semua anggota kelas membenarkannya. Guru yang terlalu tegas melarang siswa mencontek tidak disukai siswa dan siswa yang tidak mau memberikan contekan pun dicap pelit. Budaya mencontek hanya akan melahirkan generasi koruptor, generasi penipu yang curang, dan generasi yang tidak kreatif.
Siapa yang patut disalahkan? BANYAK!
Mulai dari pribadi siswanya sendiri yang memang tidak mampu memilah sikap mana yang sebaiknya dilakukan dan mana yang sebaiknya dihindari. Mungkin juga perilaku negatif tersebut akibat didikan keluarganya yang melakukan pembiaran terhadap perilaku negatif anak dan kurang mencegah anak bergaul dengan teman-teman yang membawa dampak negatif. Bisa juga akibat guru di sekolah yang kurang tegas menangani anak sehingga anak bertindak semaunya bahkan ngelunjak.
Pada era perkembangan teknologi yang serba realtime dan portable sekarang ini, sering kita lihat seorang anak membawa gadget dan terlihat aktif menggunakannya. Kalau dicermati, aplikasi yang paling sering dijalankan adalah aplikasi chatting. Obrolan yang dilakukan melalui aplikasi chat tersebut bisa jadi tidak bermakna atau tidak berisi. Isi obrolan bisa jadi cuma sekadar basa-basi gak jelas.
Sebagai orang tua yang bijak memang baik mengenalkan teknologi kepada anak, tapi perlu adanya pembatasan terhadap penggunaan teknologi tersebut. Cara yang mungkin bisa dilakukan adalah dengan membatasi akses terhadap perangkat gadget yang dimiliki anak, misalnya dengan tidak memberikan pulsa yang terlalu banyak untuk perangkat yang digunakan anak agar penggunaannya pun tidak berlebihan. Beberapa orang tua bangga anaknya bisa mengoperasikan gadget. Bahkan anak umur 9 tahun sudah dibekali tablet yang super canggih supaya terlihat bahwa anaknya pintar menggunakan perangkat canggih tersebut. Namun, kurang bijak juga terlalu memberi kebebasan kepada anak tanpa pembatasan, karena akibat yang ditimbulkan bisa menjadi bumerang bagi orang tua sendiri.
Perilaku penggunaan perangkat gadget yang cuma untuk basa-basi akhirnya membuat anak menjadi kecanduan dan mengakibatkan anak kurang mampu memiliki kemampuan sosial yang baik di dunia nyata. Akibatnya kualitas hidup anak menjadi menurun. Apa jadinya bangsa Indonesia ke depan jika masyarakatnya tidak memiliki kemampuan bersosialisasi secara normal.
Tanggung jawab merupakan sikap seseorang terhadap apa yang telah dilakukannya terhadap diri sendiri atau orang lain. Sikap tanggung jawab seseorang lainnya bisa dilihat dari bagaimana seseorang tersebut menjalankan apa yang menjadi kewajibannya. Beberapa siswa seolah-olah tidak peduli dengan tugas dan kewajibannya sebagai pelajar. Sekolah seolah dianggap hanya sebagai tempat formal untuk mendapatkan pengakuan legal
berupa izasah. Kewajiban sebagai seorang pelajar tidak dijalani dengan sungguh-sungguh, walaupun memang masih banyak siswa yang menunjukkan sikap tanggung jawabnya sebagai seorang pelajar.
Kurang Bersosialisasi
Adanya jejaring sosial membuat perilaku bersosialisasi menjadi semu. Interaksi yang dilakukan di jejaring sosial bisa jadi menghabiskan durasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan interaksi yang dilakukan secara langsung.
Melek Teknologi
Dengan semakin mudahnya mendapatkan gadget teknologi dan akses informasi, anak-anak jaman sekarang lebih terbuka terhadap perkembangan jaman. Tidak hanya yang bersifat lokal, regional, atau pun nasional, anak-anak jaman sekarang bisa mengakses informasi secara global dari seluruh penjuru belahan dunia. Dampak positifnya banyak, tapi beberapa siswa justru terjebak dampak negatif dari teknologi. Banyak terjadi penyimpangan perilaku akibat pemanfaatan perkembangan teknologi yang kurang tepat.
Apatis/Tidak Peduli
Perilaku apatis ditunjukkan salah satunya di lingkungan sekolah. Banyak siswa yang akhirnya tidak peduli dengan prestasinya di sekolah. Banyak yang akhirnya kebal terhadap wejangan dari guru. Banyak juga yang tidak peduli terhadap pentingnya prestasi belajar, terlihat dari kurangnya konsentrasi dalam kegiatan belajar dan kurangnya melakukan eksplorasi ilmu dengan cara belajar sendiri melalui berbagai sumber belajar.
Kurang Bisa Menempatkan Diri
Dunia anak adalah dunia bermain. Tapi kalau sudah memasuki usia remaja, seharusnya sudah bisa menempatkan diri pada berbagai situasi. Bermain memiliki waktu dan tempat tersendiri dan tidak dilakukan ketika mengikuti pelajaran di kelas.
Membenarkan Mencontek
Siswa yang ketahuan mencontek pada saat ujian tidak terlihat merasa bersalah sama sekali, malah beralasan kerjasama dan solidaritas. Bukan hanya satu orang-dua orang, hampir semua anggota kelas membenarkannya. Guru yang terlalu tegas melarang siswa mencontek tidak disukai siswa dan siswa yang tidak mau memberikan contekan pun dicap pelit. Budaya mencontek hanya akan melahirkan generasi koruptor, generasi penipu yang curang, dan generasi yang tidak kreatif.
Siapa yang patut disalahkan? BANYAK!
Mulai dari pribadi siswanya sendiri yang memang tidak mampu memilah sikap mana yang sebaiknya dilakukan dan mana yang sebaiknya dihindari. Mungkin juga perilaku negatif tersebut akibat didikan keluarganya yang melakukan pembiaran terhadap perilaku negatif anak dan kurang mencegah anak bergaul dengan teman-teman yang membawa dampak negatif. Bisa juga akibat guru di sekolah yang kurang tegas menangani anak sehingga anak bertindak semaunya bahkan ngelunjak.
Pada era perkembangan teknologi yang serba realtime dan portable sekarang ini, sering kita lihat seorang anak membawa gadget dan terlihat aktif menggunakannya. Kalau dicermati, aplikasi yang paling sering dijalankan adalah aplikasi chatting. Obrolan yang dilakukan melalui aplikasi chat tersebut bisa jadi tidak bermakna atau tidak berisi. Isi obrolan bisa jadi cuma sekadar basa-basi gak jelas.
Sebagai orang tua yang bijak memang baik mengenalkan teknologi kepada anak, tapi perlu adanya pembatasan terhadap penggunaan teknologi tersebut. Cara yang mungkin bisa dilakukan adalah dengan membatasi akses terhadap perangkat gadget yang dimiliki anak, misalnya dengan tidak memberikan pulsa yang terlalu banyak untuk perangkat yang digunakan anak agar penggunaannya pun tidak berlebihan. Beberapa orang tua bangga anaknya bisa mengoperasikan gadget. Bahkan anak umur 9 tahun sudah dibekali tablet yang super canggih supaya terlihat bahwa anaknya pintar menggunakan perangkat canggih tersebut. Namun, kurang bijak juga terlalu memberi kebebasan kepada anak tanpa pembatasan, karena akibat yang ditimbulkan bisa menjadi bumerang bagi orang tua sendiri.
Perilaku penggunaan perangkat gadget yang cuma untuk basa-basi akhirnya membuat anak menjadi kecanduan dan mengakibatkan anak kurang mampu memiliki kemampuan sosial yang baik di dunia nyata. Akibatnya kualitas hidup anak menjadi menurun. Apa jadinya bangsa Indonesia ke depan jika masyarakatnya tidak memiliki kemampuan bersosialisasi secara normal.